Rabu, 25 Juli 2007

Cinta Sejati Seorang Ibu Terhadap Anak-anaknya

Wanita itu sudah tua, namun semangat perjuangannya tetap menyala seperti wanita yang masih muda. Setiap tutur kata yang dikeluarkannya selalu menjadi pendorong orang disekitarnya. Maklumlah, ia memang seorang penyair dua zaman, maka tidak kurang pula bercakap dalam bentuk syair. Al-Khansa bin Amru, demikianlah nama wanita itu. Dia merupakan wanita yang terkenal cantik dan pandai di kalangan orang Arab. Dia pernah bersyair mengenang kematian saudaranya yang bernama Sakhr :

“Setiap mega terbit, dia mengingatkan aku pada Sakhr, malang. Aku pula masih teringatkan dia setiap mega hilang di ufuk barat Kalaulah tidak kerana terlalu ramai orang menangis di sampingku ke atas mayat-mayat mereka, nescaya aku bunuh diriku.”

Setelah Khansa memeluk Islam, keberanian dan kepandaiannya bersyair telah digunakan untuk menyemarakkan semangat para pejuang Islam. Ia mempunyai empat orang putera yang kesemuanya diajar ilmu bersyair dan dididik berjuang dengan berani. Kemudian puteranya itu telah diserahkan untuk berjuang demi kemenangan dan kepentingan Islam. Khansa telah mengajar anaknya sejak kecil lagi agar jangan takut menghadapi peperangan dan cobaan.

Pada tahun 14 Hijrah, Khalifah Umar Ibnul Khattab menyediakan satu pasukan tempur untuk menentang Farsi. Semua muslimin dari berbagai kabilah telah dikerahkan untuk menuju ke medan perang, maka terkumpullah seramai 41,000 orang tentara.

Khansa telah mengerahkan keempat-empat puteranya agar ikut mengangkat senjata dalam perang suci itu. Khansa sendiri juga ikut ke medan perang dalam kumpulan pasukan wanita yang bertugas merawat dan menaikkan semangat pejuan tentera Islam.

Dengarlah nasihat Khansa kepada putera-puteranya yang sebentar lagi akan ke medan perang, “Wahai anak-anakku! Kamu telah memilih Islam dengan rela hati. Kemudian kamu berhijrah dengan sukarela pula. Demi Allah, yang tiada tuhan selain Dia, sesungguhnya kamu sekalian adalah putera-putera dari seorang lelaki dan seorang wanita. Aku tidak pernah mengkhianati ayahmu, aku tidak pernah memburuk-burukkan saudaramu, aku tidak pernah merendahkan keturunan kamu, dan aku tidak pernah mengubah perhubungan kamu. Kamu telah tahu pahala yang disediakan oleh Allah kepada kaum muslimin dalam memerangi kaum kafir itu. Ketahuilah bahwasaya kampung yang kekal itu lebih baik daripada kampung yang binasa.”

Kemudian Khansa membacakan satu ayat dari surah Ali Imran yang bermaksud, “Wahai orang yang beriman! Sabarlah, dan sempurnakanlah kesabaran itu, dan teguhkanlah kedudukan kamu, dan patuhlah kepada Allah, moga-moga menjadi orang yang beruntung.” Putera-putera Khansa tertunduk khusyuk mendengar nasihat bunda yang disayanginya.

Seterusnya Khansa berkata, “Jika kalian bangun esok pagi, insya Allah dalam keadaan selamat, maka keluarlah untuk berperang dengan musuh kamu. Gunakanlah semua pengalamanmu dan mohonlah pertolongan dari Allah. Jika kamu melihat api pertempuran semakin hebat dan kamu dikelilingi oleh api peperangan yang sedang bergejolak, masuklah kamu ke dalamnya. Dan dapatkanlah puncanya ketika terjadi perlagaan pertempurannya, semoga kamu akan berjaya mendapat balasan di kampung yang abadi, dan tempat tinggal yang kekal.”

Subuh esoknya semua tentera Islam sudah berada di tikar sembahyang masing-masing untuk mengerjakan perintah Allah yaitu solat Subuh, kemudian berdoa moga-moga Allah memberikan mereka kemenangan atau syurga. Kemudian Saad bin Abu Waqas panglima besar Islam telah memberikan arahan agar bersiap-sedia. Perang satu lawan satu pun bermula dua hari. Pada hari ketiga bermulalah pertempuran besar-besaran. 41,000 orang tentera Islam melawan tentera Farsi yang berjumlah 200,000 orang. Pasukan Islam mendapat tentangan hebat, namun mereka tetap yakin akan pertolongan Allah.

Putera-putera Khansa maju untuk merebut peluang memasuki syurga. Berkat dorongan dan nasihat dari bundanya, mereka tidak sedikit pun berasa takut. Sambil mengibas-ngibaskan pedang, salah seorang dari mereka bersyair, “Hai saudara-saudaraku! Ibu tua kita yang banyak pengalaman itu, telah memanggil kita semalam dan membekalkan nasihat. Semua mutiara yang keluar dari mulutnya berfaedah. Insya Allah akan kita buktikan sedikit masa lagi.”

Kemudian ia maju menetak setiap musuh yang datang. Seterusnya disusul pula oleh anak kedua maju dan menentang setiap musuh. Dengan semangat yang berapi-api ia bersyair :

“Demi Allah! Kami tidak akan melanggar nasihat dari ibu tua kami Nasihatnya wajib ditaati dengan ikhlas dan rela hati Segeralah bertempur, segeralah bertarung dan menggempur musuh-musuh bersama-sama sehingga kau lihat keluarga Kaisar musnah.”

Anak Khansa yang ketiga pula segera melompat dengan beraninya dan bersyair :

“Sungguh ibu tua kami kuat keazamannya, tetap tegas tidak goncang Beliau telah menggalakkan kita agar bertindak cekap dan berakal cemerlang Itulah nasihat seorang ibu tua yang mengambil berat terhadap anak-anaknya sendiri Mari! Segera memasuki
medan tempur dan segeralah untuk mempertahankan diri Dapatkan kemenangan yang bakal membawakegembiraan di dalam hati Atau tempuhlah kematian yang bakal mewarisi kehidupan yang abadi.”

Akhir sekali anak keempat menghunus pedang dan melompat menyusul abang-abangnya. Untuk menaikkan semangatnya ia pun bersyair : “Bukanlah aku putera Khansa’, bukanlah aku anak jantan Dan bukanlah pula kerana ‘Amru yang pujiannya sudah lama terkenal Kalau aku tidak membuat tentara asing yang berkelompok-kelompok itu terjun ke jurang bahaya, dan musnah oleh senjataku.”

Bergelutlah keempat-empat putera Khansa dengan tekad bulat untuk mendapatkan syurga diiringi oleh doa munajat bundanya yang berada di garis belakang. Pertempuran terus hebat. Tentera Islam pada mulanya kebingungan dan kacau kerana pada mulanya tentera Farsi menggunakan tentera bergajah di barisan hadapan, sementara tentera berjalan kaki berlindung di belakang binatang itu.

Namun tentera Islam dapat mencederakan gajah-gajah itu dengan memanah mata dan bahagian-bahagian lainnya. Gajah yang cedera itu marah dengan menghempaskan tuan yang menungganginya, memijak-mijak tentera Farsi yang lainnya. Kesempatan ini digunakan oleh pihak Islam untuk memusnahkan mereka. Panglima perang bermahkota Farsi dapat dipenggal kepalanya, akhirnya mereka lari lintang-pukang menyeberangi sungai dan dipanah oleh pasukan Islam hingga air sungai menjadi merah. Pasukan Farsi kalah, dari 200,000 tenteranya hanya sebahagian kecil saja yang dapat menyelamatkan diri.

Umat Islam lega. Kini mereka mengumpul dan mengira tentera Islam yang gugur. Ternyata yang beruntung menemui syahid di medan Kadisia itu berjumlah lebih kurang 7,000 orang. Dan daripada 7,000 orang syuhada itu terbujur empat orang adik-beradik Khansa. Seketika itu juga ramailah tentera Islam yang datang menemui Khansa memberitahukan bahwa keempat-empat anaknya telah menemui syahid. Al-Khansa menerima berita itu dengan tenang, gembira dan hati tidak bergoncang. Al-Khansa terus memuji Allah dengan ucapan :

“Segala puji bagi Allah, yang telah memuliakanku dengan mensyahidkan mereka, dan aku mengharapkan dari Tuhanku, agar Dia mengumpulkan aku dengan mereka di tempat tinggal yang kekal dengan rahmat-Nya!”

Al-Khansa kembali semula ke Madinah bersama para perajurit yang masih hidup dengan meninggalkan mayat-mayat puteranya di medan pertempuran Kadisia. Dari peristiwa peperanan itu pula wanita penyair ini mendapat gelaran kehormatan ‘Ummu syuhada yang artinya ibu kepada orang-orang yang mati syahid.”

sumber : 1001 KisahTeladan


Kembali ke Titik Zero

Lelaki itu tergesa-gesa mengayuh sepedanya. Jarak 1, 5 KM antara rumah dan eki hanya ia tempuh dengan waktu 10 menit saja, hal itu ia lakukan setiap hari, dari senin sampai jum`at, dalam satu pekan. Hanya ada satu tekad dalam hatinya bahwa ia tidak boleh terlambat sampai ke tempat kerja.

Sudah satu bulan ia menjalani profesinya sebagai kaisha-in di sebuah perusahaan Jepang. Dan sekarang memasuki bulan kedua ia bekerja. Sebenarnya, ia bekerja di bidang Networking System pada perusahaan tersebut, namun karena baru masuk, maka ia harus menjalani masa training 2 bulan, yaitu training pada bidang produksi dan marketing. Selanjutnya jika sudah melalui masa training, ia akan bekerja sesuai dengan bidangnya.

Ada hal yang menarik yang pernah ia alami selama masa training. Ketika memasuki bulan kedua bekerja, ia mendapat tugas menjual produk perusahaan tersebut di sebuah toko khusus barang-barang elektronik, tempatnya di Shinjuku-Shi.

Ada dua orang yang ditugaskan dari perusahaan untuk berjualan di tempat itu, yaitu dia dan satu orang temannya. Selama berjualan, temannya itu tidak mau bersikap selayaknya orang yang sedang jualan, ia enggan mengucapkan "iresshaimasse", kata-kata yang biasa diucapkan ketika ada konsumen datang, ia hanya berdiri dan jalan-jalan di seputar counter. Selain itu, teman satu timnya itu selalu menginginkan pulang lebih awal tidak sesuai dengan jam kerja.

Ia merasa tidak cocok dengan temannya, namun ia menahan diri untuk tetap bersabar. Ia lakukan tugasnya selayaknya seorang penjual. Ia semangat dalam menyambut konsumen dengan ucapan-ucapan "irashaimasse", membersihkan produk-produk perusahaan dengan "kemoceng" dan pulang sesuai dengan waktu yang ditentukan.

Namun, semakin hari, sikap temannya semakin membuatnya jengkel. Temannya tidak bisa diajak bekerjasama, meskipun sebenarnya temannya itu sering dimarahi oleh "bos", karena tidak bekerja dengan baik. Padahal, etos kerja akan mempengaruhi hasil.

Benar saja... Sudah kurang lebih 2 pekan tidak ada satu produk pun yang terjual. Ia sempat kecewa...karena hal ini akan mempengaruhi nilai kinerja dia di mata perusahaan, karena setelah training ia harus mempresentasikan hasil trainingnya itu. Jika memang hasilnya nol, maka ia akan merasa kecewa sekali, karena selama ini ia telah bekerja keras dan berusaha sebaik mungkin untuk bisa menjual produk perusahaan.

Kembali lelaki itu tergesa menuju eki, ini adalah hari terakhir ia bekerja sebagai penjual produk perusahaannya. Ketika keluar dari rumahnya, ia sempat khawatir, sudah hari terakhir tapi belum satu produk pun yang terjual. Namun ia tetap menjalankan amanah kerjanya dengan semaksimal mungkin. Ia tetap semangat dalam menawarkan barang-barang pada konsumen.

Masa-masa terakhir berjualan, ia benar-benar pasrah pada Allah, dalam hatinya diam-diam ia berdoa, hanya Allah yang tau apa yang ia minta. Ia pasrah, ia ridho apa yang akan Allah tetap kan baginya, sampai akhirnya, ketika ia sedang berdiri menunggu konsumen di dekat salah satu produk perusahaan, ada seseorang yang memanggilnya dan bertanya seputar produk yang dijualnya, kemudian orang tersebut membelinya.

Alhamdulillah ya Allah... Hanya itu yang bisa ia ungkapkan... Ternyata ia berhasil menjual produk perusahaannya meskipun hanya 1. Kemudian ia tersadar, subhanallah... Kenapa Allah memberikan kesempatan ini padanya, bukan kepada temannya...ia berfikir jika saja yang berdiri di sana adalah temannya itu, maka temannya yang akan berhasil menjual. Tetapi memang Allah Maha Adil, apa yang ia tanam maka ia sendiri yang akan menuai dan kualitasnya akan sesuai dengan bibit yang di tanam.

Selain itu, biasanya pertolongan Allah akan datang ketika manusia sudah benar-benar ada pada titik zero... Yaitu titik kepasrahan sepenuhnya kepada Allah, tidak ada lagi faktor eksternal yang mempengaruhi keyakinannya terhadap ketentuan Allah, di mana Tawakkal sudah memenuhi jiwanya.

Maka, kembalilah pada titik zero.pasrah sepenuhnya kepada Allah setelah berikhtiar dengan kesungguhan, kembalilah pada Allah yang menentukan segalanya.

Faidzaa`azzamta fatawakkal`alallah...

Wallahua`lam bisshawwab...

Setitik hikmah dalam kehidupan.


Rabu, 18 Juli 2007

Apa Yang Paling ..... di Dunia?

1. Apa yang paling dekat dengan diri kita di dunia?
2. Apa yang paling jauh dari kita di dunia?
3. Apa yang paling besar di dunia?
4. Apa yang paling berat di dunia?
5. Apa yang paling ringan di dunia?
6. Apa yang paling tajam di dunia?

Suatu hari, Imam Al Ghozali berkumpul dengan murid-muridnya. Lalu Imam Al Ghozali bertanya.... pertama, "Apa yang paling dekat dengan diri kita di dunia ini?"

Murid-muridnya menjawab "orang tua, guru, kawan, dan sahabatnya".

Imam Ghozali menjelaskan semua jawaban itu benar. Tetapi yang paling dekat dengan kita adalah "MATI". Sebab itu sememangnya janji Allah SWT bahwa setiap yang bernyawa pasti akan mati. (Ali Imran 185).

Lalu Imam Ghozali meneruskan pertanyaan yang kedua. "Apa yang paling jauh dari diri kita di dunia ini?"

Murid-muridnya menjawab "negara Cina, bulan, matahari dan bintang-bintang".

Lalu Imam Ghozali menjelaskan bahwa semua jawaban yang mereka berikan itu adalah benar. Tapi yang paling benar adalah "MASA LALU". Walau dengan apa cara sekalipun kita tidak dapat kembali ke masa lalu. Oleh sebab itu kita harus menjaga hari ini dan hari-hari yang akan datang dengan perbuatan yang sesuai dengan ajaran Agama.

Lalu Imam Ghozali meneruskan dengan pertanyaan yang ketiga. "Apa yang paling besar di dunia ini?"

Murid-muridnya menjawah "gunung, bumi dan matahari".

Semua jawaban itu benar kata Imam Ghozali. Tapi yang paling besar dari yang ada di dunia ini adalah "NAFSU" (Al A'Raf 179). Maka kita harus berhati-hati dengan nafsu kita, jangan sampai nafsu membawa kita ke neraka.

Pertanyaan keempat adalah, "Apa yang paling berat di dunia ini?"

Ada yang menjawab "besi dan gajah".

Semua jawaban adalah benar, kata Imam Ghozali, tapi yang paling berat adalah "MEMEGANG AMANAH" (Al Ahzab 72). Tumbuh-tumbuhan, binatang, gunung, dan malaikat semua tidak mampu ketika Allah SWT meminta mereka untuk menjadi khalifah (pemimpin) di dunia ini. Tetapi manusia dengan sombongnya menyanggupi permintaan Allah SWT, sehingga banyak dari manusia masuk ke neraka karena ia tidak dapat memegang amanahnya.

Pertanyaan yang kelima adalah, "Apa yang paling ringan di dunia ini?".

Ada yang menjawab "kapas, angin, debu dan daun-daunan".

Semua itu benar kata Imam Ghozali, tapi yang paling ringan di dunia ini adalah MENINGGALKAN SHALAT. Gara-gara pekerjaan kita meninggalkan shalat, gara-gara aktivitas kita meninggalkan shalat.

Dan pertanyaan keenam adalah, "Apakah yang paling tajam di dunia ini?".

Murid-muridnya menjawab dengan serentak, "pedang".

Benar kata Imam Ghozali, tapi yang paling tajam adalah "LIDAH MANUSIA". Karena melalui lidah, Manusia selalunya menyakiti hati dan melukai perasaan saudaranya sendiri.


Minggu, 08 Juli 2007

Menyenangkan Hati Orang Lain

Siapa pun di dunia pastilah menginginkan kesenangan, bahkan yang berada dalam kesenangan pun masih ingin untuk menambah kesenangan lagi. Segala upaya akan kita tempuh untuk mendapatkan kesenangan itu, walaupun kesenangan yang kita inginkan pada akhirnya hanya bersifat sementara. Tapi pernahkah kita berusaha semaksimal mungkin untuk bisa menyenangkan orang lain?

Memberikan bantuan kepada orang adalah salah satu cara untuk menyenangkan orang lain, baik yang sudah kita kenal, baru kita kenal, ataupun yang belum kita kenal. Tentu saja selama kita memiliki kemampuan untuk memberikan bantuan tersebut. Sekecil apa pun bantuan yang kita berikan bisa jadi sangat berarga bagi orang lain.

Menyenangkan orang lain bisa dengan berbagai cara, mulai ucapan, perbuatan, bahkan dengan raut wajah pun kita bisa menyenangkan orang lain.

Ucapan yang baik saat berbicara dengan orang lain dapat menimbulkan rasa senang pada diri orang yang kita ajak bicara. Sebuah ayat Al-Quran menyebutkan : "Perkataan yang baik dan pemberian maaf lebih baik dari sedekah yang diiringi dengan sesuatu yang menyakitkan (perasaan si penerima). Allah Maha Kaya lagi Maha Penyantun. [2 : 263]"

Senyum ikhlas yang terukir di wajah kita pun dapat menyenangkan hati bagi siapa yang melihatnya. Senyum yang demikian bernilai sedekah pula.

Dalam beberapa hari ini, saya menerima beberapa sms dari teman-teman yang isinya berupa untaian doa agar saya berhasil dalam usaha yang saya lakukan dan permohonan kepada Allah agar selalu memberikan apa yang terbaik bagi diri saya. Itu pun mampu memmberikan rasa tenang sekaligus senang dalam diri saya, sambil berharap salah satu dari doa-doa tersebut akan dikabulkan Allah.

Beberapa waktu lalu, saya mendapat teman baru. Dalam obrolan perkenalan itu, dia langsung meminta bantuan saya. Kebetulan bantuan yang dia minta tidak sulit untuk saya laksanakan, karena kebetulan saya mampu melaksanakannya. Alhamdulillah, saat itu juga saya mampu memberika bantuan yang diminta teman baru saya itu. Saya senang dan mungkin dia juga, karena dia mengatakan apa yang saya berikan sesuai dengan yang dia minta.

Kesenangan yang kita berikan kepada orang lain insya Allah akan kembali kepada kita, gak percaya? silahkan mencoba :)

"Jika kamu berbuat baik, maka kamu berbuat baik untuk dirimu, dan jika kamu berbuat jahat, kamu berbuat jahat kepada dirimu." (Al-Israa : 7)


Kamis, 05 Juli 2007

Abbas Minta Hamas Akui Telah Lakukan Kudeta

Presiden Palestina Mahmud Abbas siap berdialog dengan Hamas bila mereka mengakui telah melakukan kudeta terhadap pemerintahan Palestina di Jalur Ghaza.

"Apa yang telah dilakukan Hamas adalah kejahatan nasional dan praktek kudeta militer, dan mereka yang bertanggung jawab atas itu adalah orang-orang Hamas, yaitu perdana menteri yang telah dipecat dan yang lainnya, yang telah melakukan kudeta atas diri mereka sendiri serta mengkudeta legalitas, " ujar Abbas dalam sebuah konferensi pers di istana kepresidenan, di Ramallah.

Lebih lanjut Abbas mengatakan, "Jika mereka yang telah melakukan kudeta atas legalitas itu mengaku dan mengubah semua hal terhadap apa yang telah mereka kerahkan, maka pada titik ini kami katakan bahwa setiap kasus bisa dibicarakan. Adapun untuk saat ini, tidak ada dialog dengan mereka. "

Terkait pembayaran gaji PNS, Abbas yang dikenal dekat dengan Israel itu menjelaskan bahwa dirinya akan membayar gaji PNS baik yang berada di Tepi Barat maupun di Jalur Ghaza. "Setiap orang berhak mendapatkan upahnya. Semuanya anak bangsa kami. Kami tidak membeda-bedakan, " tukas dia.

Rakyat Dukung Haniyah

Sementara sebuah jajak pendapat menunjukkan bahwa jika saat ini Pilpres digelar maka mayoritas rakyat Palestina akan memilih Ismail Haniyah.

Jajak pendapat yang dilakukan harian Al-Quds dan dirilis pada Rabu (4/7) kemarin menunjukkan, 51, 38 persen memilih Haniyah sebagai presiden. Sementara 13, 37 persen responden akan memilih Abbas.

Dari 4. 746 responden, 2. 401 orang akan memilih Haniyyah. Sementara 673 responden memilih Abbas. Adapun urutan ketiga terdapat nama Marwan Al-Burghutsi, salah seorang petinggi Fatah yang masih ditahan Zionis Israel, dengan mengantongi 599 suara responden. Menyusul di urutan berikutnya Mustafa Al-Burghutsi dan Sallam Fayadh (Perdana Menteri darurat versi Abbas)


Rabu, 04 Juli 2007

Dokumen Resmi Kuak Keterlibatan Pejabat Fatah Atas Tewasnya Yaser Arafat


Sebuah situs berita menurunkan sebuah dokumen yang menyatakan keterlibatan petinggi Faksi Fatah Muhammad Dahlan terkait tewasnya Yaser Arafat pada November 2006 lalu.

Situs berita News menyebutkan, teks dokumen itu berbentuk surat yang berasal dari Dahlan, yang saat itu menjabat sebagai Komandan Pro Revolusioner Fatah, untuk Menteri Pertahanan Israel Shaul Mofaz.

Dalam teks dokumen tersebut Dahlan mengatakan, "Anda semua juga harus yakin bahwa apa yang telah saya pastikan terhadap diri saya di hadapan Presiden AS George Bush, maka saya siap untuk menyerahkan hidup saya sebagai harga (janji-janji) itu. Anda semua juga harus yakin bahwa Arafat sekarang ini tengah dalam hari-hari akhirnya. Tapi biarkan kami menuntaskannya dengan cara kami, bukan dengan cara kalian. "

Lebih lanjut dalam surat itu Dahlan menegaskan bahwa AS merupakan negara yang beradab dan demokratis. "Kami tahu bahwa Anda semua tak bisa berinteraksi dengan para mafia. Kami tegaskan bahwa fase sekarang ini telah usai dan tak akan kembali lagi. Era pembalasan dan otoritas tunggal telah dimulai. Dan ini mengahruskan Anda semua bekerja sama secara total untuk terwujudnya target-target ini dan Anda semua harus lebih fleksibel, " papar surat itu.

Surat itu juga menunjukkan kecemasan seorang Dahlan atas rencana Arafat mengajak Dewan Legislatif untuk mengeluarkan mosi tidak percaya atas kabinet. "Untuk solusi atas problem ini, harus ada koordinasi dan kerjasama serta memberinya tekanan-tekanan sehingga ia tidak mengambil langkah itu, " kata Dahlan.

Surat yang berhasil dikuak Hamas di sekretariat keamanan itu mengatakan, "Kami telah mulai banyak membuat kubu-kub di anggota-anggota legislatif dengan cara teror dan iming-iming sehingga mereka berada di sisi kami bukan di sisi dia (Arafat). "

Sementara terkait lembaga-lembaga yang bernaung di bawah PLO, dalam surat itu Dahlan menyebutkan bahwa Dewan Pusat Nasional harus segera dibubarkan dan orang-orangnya harus dienyahkan. "Saya berharap (lembaga-lembaga) itu ada di Tepai Barat dan Jalur Ghaza, " sambung dia.

Pada bagian akhir surat itu Dahlan mengungkapkan rasa terima kasihnya kepada Perdana Menteri Israel saat itu Ariel Sharon. "Terakhir, tak ada kata lain kecuali saya mengucapkan rasa terima kasih saya kepada Anda dan untuk perdana menteri Sharon atas kepercayaan yang terjalin di antara kita. Bagi Anda semua dengan segala hormat, " tutup Dahlan.

Untuk diketahui, Dahlan, 45, adalah anggota legislatif dari Faksi Fatah. Dahlan pernah menjabat sebagai menteri, khususnya sebagai orang yang bertanggung jawab atas keamanan Palestina pada rentang April-Oktober 2003 di era kabinet Mahmud Abbas.

Dahlan adalah orang yang diduga keras dalang dari berbagai kekisruhan yang terjadi di Ghaza pada bulan-bulan terakhir. Dahlan juga dikenal luas sebagai orang yang sangat dekat dengan Israel dan AS, sampai-sampai Presiden AS Bush dalam beberapa tahun terakhir kerap memujinya saat hadir pada KTT Sharm Syaikh.

www.eramuslim.com


Minggu, 01 Juli 2007

pertolongan Allah itu dekat

Hidup di Jerman bisa jadi memang tak seindah dan sebetah di tanah air, betapapun sulit dan semrawutnya tanah air tercintaku. Namun, ternyata hidup di Jerman lebih 'manusiawi' dan lebih 'nyaman' daripada hidup di Rusia.

Adalah kedatangan seorang sahabat saat silaturahmi ke kediamanku di Aachen, Jerman yang menyebabkan aku harus selalu menggenapkan rasa syukur atas kehidupanku saat ini di Aachen, Jerman. Betapa tidak, menjadi orang asing di Rusia bukanlah pilihan yang menyenangkan. Orang Rusia sangat dingin terhadap orang asing, sedingin suhu yang menggigit kala winter mengepung Rusia. Jarang orang Rusia yang mau tersenyum dengan orang asing. Bahkan kasir sebuah supermarket pun mahal senyum. Sehingga, ketika ada orang Rusia yang dengan suka hati tersenyum, itu menimbulkan keheranan tersendiri. Suatu ketika, seorang WNI dibuat kesal oleh ulah seorang penjaga toko Rusia yang melempar barang yang akan dibelinya. Emosinya meledak sehingga ia pun melemparkan uang pembayaran barang itu tanpa memikirkan kembaliannya.

Kejadian lain, saat seorang WNI berada di kereta bawah tanah, tiba-tiba saja, seorang bapak Rusia, menghardiknya, "Hei, ngapain kamu di sini?" Dadanya berguncang, rasa khawatir memenuhi dadanya. Ia terdiam, tak mengucap sepatah kata pun. Ucapan bapak tadi memprovokasi orang-orang Rusia yang ada di gerbong kereta bawah tanah itu. Akhirnya, ia pun mengeluarkan kartu diplomatiknya yang menunjukkan bahwa kehadirannya di Rusia adalah untuk bekerja di kedutaaan besar Indonesia. Ya, ia adalah guru di sekolah Indonesia di Moskow. Alhamdulillah, pertolongan Allah datang, begitu kartu selesai ditunjukkan, kereta berhenti pas di stasiun tujuan. Lega. Ia turun dengan gaya penuh kepercayaan diri, walau hatinya sedikit kecut. Bergaya gagah saat kepanikan muncul, menurutnya sangat diperlukan. Karena polisi Rusia sangat pintar membaca body language. Kalau melihat orang asing panik, mereka akan menginterogasi.

Ketidakramahan orang Rusia, tidak hanya sampai di situ. Kalau keluar melewati pintu sebuah toko, setelah melihat-lihat atau membeli sesuatu, dan tiba-tiba alarm berbunyi, bisa-bisa diinterogasi berjam-jam. Walaupun jelas-jelas tidak ada satu pun barang yang lancang diambil. Pengalaman seperti itu menyebabkan, setiap kali habis belanja atau sekedar menengok sebuah toko, sahabatku selalu membaca basmalah memohon kemudahan dan dijauhkan dari musibah.

Dari pengalaman itu, bisa jadi orang Jerman lebih ramah terhadap orang asing. Senyuman dan sapaan guten morgen (selamat pagi) atau guten tag (selamat siang) atau schoenes wochenende (semoga akhir pekan anda menyenangkan) adalah sapaan yang akrab di telinga kala mampir di kasir toko-toko di Jerman. Tetapi, bukan berarti hidup di Jerman tanpa problem. Sikap sinis beberapa orang Jerman terhadap orang asing dan umat Islam kadang kala juga mewarnai irama kehidupan.

Satu contoh, dadaku pernah dibuat mendidih oleh segerombolan anak sekolah yang duduk mengelilingi tempat dudukku di bis yang membawaku pulang ke rumah di pinggir kota. Jilbabku ditarik-tarik, bajuku sengaja disembur oleh air minum yang dibawanya. Kejadian lain juga dialami oleh temanku yang juga berjilbab, di saat hawa panas cukup menggigit, tiba-tiba seorang nenek memukulnya dengan payung ketika temanku sedang santai berjalan di suatu tempat. Kaget, jelas saja, tak angin dan tak ada hujan, tiba-tiba dapat serangan mendadak seperti itu. Entahlah, mengapa mereka melakukan itu, bisa jadi kebencian pada Islam membuat mereka melakukan itu. Yang lucunya lagi, seorang teman lain, pernah ditegur keras oleh seorang nenek yang tinggal satu apartemen dengannya yang terganggu dengan aktivitas temanku, "Pagi-pagi kamu sering bernyanyi ya!" hardik nenek itu. Temanku sedikit bingung, tak lama ia pun sadar. Mungkin yang dimaksud nenek itu suara tilawah al-Qur'an ba'da subuh yang kerap dilakukan oleh suaminya. Yang parah, seorang rekan muslim pengurus sebuah lembaga Islam yang mengumpulkan zakat, infaq, dan shadaqoh (ZIS), pernah diciduk oleh polisi dan diinterogasi berjam-jam. Masalahnya cuma satu, di rekeningnya masuk uang ratusan Euro. Polisi mencurigai, dana yang masuk untuk membiayai terorisme.

Hidup sebagai orang asing memang memiliki tantangan tersendiri. Mungkin, di situlah ujian yang diberikan oleh Allah 'Azza wa Jalla. Pun, tantangan dan problematikanya begitu luas dan sulit untuk ditembus. Setiap tempat punya tantangan tersendiri, bagaimana kita bersikap terhadap tantangan itulah kunci kita bisa hidup ajeg. Iman seseorang butuh ujian, karena memang itulah hakekat keimanan, akan selalu diuji untuk mengetahui sejauh mana kualitasnya. Surga itu mahal dan tidak diperoleh dengan mudah. Beratnya hidup, sulitnya menaklukkan tantangan adalah bayaran kita untuk mendapatkan surga, jika kita tetap berada dalam ketaatan.

"Apakah kamu mengira akan masuk surga padahal belum datang kepadamu (ujian) seperti (yang dialami) orang-orang terdahulu sebelum kami. Mereka ditimpa kemelaratan, penderitaan, diguncang (dengan berbagai cobaan). Sehingga Rosul dan orang-orang yang beriman bersamanya berkata, "Kapankah datang pertolongan Allah?" Ingatlah sesungguhnya pertolongan Allah itu dekat." (Qs. al-Baqarah: 214)

Ya, surga itu milik orang-orang yang tegar hingga akhir. Orang-orang yang tabah menghadapi guncangan. Orang-orang yang tidak menundukkan kepala kala badai menerpa. Orang-orang yang selalu dalam kesabaran, meskipun ujian berat telah memuncak. Orang-orang yang memiliki jargon hidup ashshobru quwwatuna (sabar adalah kekuatan kita) dan atstsabat mauqifuna (teguh adalah sikap kita). Orang-orang yang tetap istiqomah pada pendirian bahwa tidak ada pertolongan kecuali pertolongan Allah dan dengan kehendak Allah.

Memang tak ada yang mengingkari bahwa bersikap tegar, sabar dan istiqomah di kala beban berat telah menghimpit tidaklah mudah. Rasulullah pun ketika turun ayat yang menganjurkan untuk bersikap istiqomah, rambut beliau sampai beruban memikirkannya. Namun, mungkin dengan kita sering bercermin pada pengalaman hidup orang lain, termasuk pada generasi terdahulu, akan membuat kita tidak lemah dan loyo untuk bertempur dan bertarung menghadapi medan kehidupan yang begitu sulit. Sejarah mencatat bagaimana generasi terdahulu sangat berat ujiannya. Mereka bukan sekedar tidak mendapat senyuman, dihardik, atau diperlakukan tidak manusiawi, tetapi mereka mendapatkan siksaan yang luar biasa dan mengorbankan jiwa demi sebuah aqidah yang mereka pegang.

Tengoklah pada sebuah generasi, di mana ada orang saleh yang digergaji dalam keadaan hidup dari arah kepalanya hingga tubuhnya terbelah dua oleh orang kafir. Atau pada generasi lain juga ada penguasa kafir yang membuat parit, lalu menyalakan api di sana dan mempersiapkan bahan bakar agar parit itu tetap menyala, kemudian ia menggiring orang-orang saleh ke mulut parit itu. Bumi telah pun menjadi saksi, ketika syahidah pertama dalam dunia Islam, yaitu ibunda Sumayyah mengalami penderita yang teramat sangat ketika kelaminnya ditusuk oleh panah hingga tembus ke kepala. Dan masih lekat dalam ingatan kita bagaimana muslimah-muslimah di Bosnia Herzegovina harus menanggung penderitaan ketika kehormatannya direnggut oleh orang-orang Serbia dengan paksa. Dan tak sedikit dari mereka harus bersabar dan tabah menjalani kehamilan dari benih si pemerkosa.

Astaghfirullohal'azhim, ternyata ujian kita belum apa-apa dibandingkan mereka. Tetapi kita tidak memungkiri, lisan ini sering berkeluh kesah, dada ini sering sesak, mata ini pun tak jarang sembab oleh tangis. Ampunilah dosa kami ya Allah... kuatkan kesabaran kami, teguhkan pendirian kami, terangi hati kami, lapangkan jiwa kami, penuhi ruh kami dengan kalimat-kalimat-Mu, rapikan barisan kami, dekatkan kami dengan Rasul-Mu, pahamkan kami dengan ajaran-Mu, akrabkan kami dengan pewaris Rasul-Mu, datangkanlah pertolongan-Mu pada kami, sebagaimana janji-Mu bahwa sesungguhnya pertolongan-Mu amat dekat...

Wallohu a'lam bishawab


ALLAH tak pernah tidur >>

Malam telah larut saat saya meninggalkan kantor. Telah lewat pukul 11 malam. Pekerjaan yang menumpuk, membuat saya harus pulang selarut ini. Ah, hari yang menjemukan saat itu. Terlebih, setelah beberapa saat berjalan, warna langit tampak memerah. Rintik hujan mulai turun. Lengkap sudah, badan yang lelah ditambah dengan "acara" kehujanan.

Setengah berlari saya mencari tempat berlindung. Untunglah, penjual nasi goreng yang mangkal di pojok jalan, mempunyai tenda sederhana. Lumayan, pikir saya. Segera saya berteduh, menjumpai bapak penjual yang sendirian ditemani rokok dan lampu petromak yang masih menyala.

Dia menyilahkan saya duduk. "Disini saja dik, daripada kehujanan...," begitu katanya saat saya meminta ijin berteduh.

Benar saja, hujan mulai deras, dan kami makin terlihat dalam kesunyian yang pekat. Karena merasa tak nyaman atas kebaikan bapak penjual dan tendanya, saya berkata, "tolong bikin mie goreng pak, di makan disini saja.

Sang Bapak tersenyum, dan mulai menyiapkan tungku apinya. Dia tampak sibuk. Bumbu dan penggorengan pun telah siap untuk di racik. Tampaklah pertunjukkan sebuah pengalaman yang tak dapat diraih dalam waktu sebentar.

Tangannya cekatan sekali meraih botol kecap dan segenap bumbu. Segera saja, mie goreng yang mengepul telah terhidang. Keadaan yang semula canggung mulai hilang. Basa-basi saya bertanya, "Wah hujannya tambah deras nih, orang-orang makin jarang yang keluar ya Pak?" Bapak itu menoleh kearah saya, dan berkata, "Iya dik, jadi sepi nih dagangan saya.." katanya sambil menghisap rokok dalam-dalam.

"Kalau hujan begini, jadi sedikit yang beli ya Pak?" kata saya, "Wah, rezekinya jadi berkurang dong ya?" Duh. Pertanyaan yang bodoh. Tentu saja tak banyak yang membeli kalau hujan begini. Tentu, pertanyaan itu hanya akan membuat Bapak itu tambah sedih. Namun, agaknya saya keliru...

"Gusti Allah, ora sare dik, (Allah itu tidak pernah istirahat), begitu katanya. "Rezeki saya ada dimana-mana. Saya malah senang kalau hujan begini. Istri sama anak saya di kampung pasti dapat air buat sawah. Yah, walaupun nggak lebar, tapi lumayan lah tanahnya." Bapak itu melanjutkan, "Anak saya yang disini pasti bisa ngojek payung kalau besok masih hujan.....".

Degh. Dduh, hati saya tergetar. Bapak itu benar, "Gusti Allah ora sare". Allah Memang Maha Kuasa, yang tak pernah istirahat buat hamba-hamba-Nya. Saya rupanya telah keliru memaknai hidup. Filsafat hidup yang saya punya, tampak tak ada artinya di depan perkataan sederhana itu. Makna nya terlampau dalam, membuat saya banyak berpikir dan menyadari kekerdilan saya di hadapan Tuhan.

Saya selalu berpikiran, bahwa hujan adalah bencana, adalah petaka bagi banyak hal. Saya selalu berpendapat, bahwa rezeki itu selalu berupa materi, dan hal nyata yang bisa digenggam dan dirasakan. Dan saya juga berpendapat, bahwa saat ada ujian yang menimpa, maka itu artinya saya cuma harus bersabar. Namun saya keliru. Hujan, memang bisa menjadi bencana, namun rintiknya bisa menjadi anugerah bagi setiap petani. Derasnya juga adalah berkah bagi sawah-sawah yang perlu diairi. Derai hujan mungkin bisa menjadi petaka, namun derai itu pula yang menjadi harapan bagi sebagian orang yang mengojek payung, atau mendorong mobil yang mogok.

Hmm...saya makin bergegas untuk menyelesaikan mie goreng itu. Beribu pikiran tampak seperti lintasan-lintasan cahaya yang bergerak di benak saya. "Ya Allah, Engkau Memang Tak Pernah Beristirahat" Untunglah, hujan telah reda, dan sayapun telah selesai makan.

Dalam perjalanan pulang, hanya kata itu yang teringat, Gusti Allah Ora Sare..... Gusti Allah Ora Sare.....

Begitulah, saya sering takjub pada hal-hal kecil yang ada di depan saya. Allah memang selalu punya banyak rahasia, dan mengingatkan kita dengan cara yang tak terduga. Selalu saja, Dia memberikan Cinta kepada saya lewat hal-hal yang sederhana. Dan hal-hal itu, kerap membuat saya menjadi semakin banyak belajar.

Dulu, saya berharap, bisa melewati tahun ini dengan hal-hal besar, dengan sesuatu yang istimewa. Saya sering berharap, saat saya bertambah usia, harus ada hal besar yang saya lampaui. Seperti tahun sebelumnya, saya ingin ada hal yang menakjubkan saya lakukan. Namun, rupanya tahun ini Allah punya rencana lain buat saya. Dalam setiap doa saya, sering terucap agar saya selalu dapat belajar dan memaknai hikmah kehidupan. Dan kali ini Allah pun tetap memberikan saya yang terbaik. Saya tetap belajar, dan terus belajar, walaupun bukan dengan hal-hal besar dan istimewa.


ALLAH tak pernah tidur >>

Malam telah larut saat saya meninggalkan kantor. Telah lewat pukul 11 malam. Pekerjaan yang menumpuk, membuat saya harus pulang selarut ini. Ah, hari yang menjemukan saat itu. Terlebih, setelah beberapa saat berjalan, warna langit tampak memerah. Rintik hujan mulai turun. Lengkap sudah, badan yang lelah ditambah dengan "acara" kehujanan.

Setengah berlari saya mencari tempat berlindung. Untunglah, penjual nasi goreng yang mangkal di pojok jalan, mempunyai tenda sederhana. Lumayan, pikir saya. Segera saya berteduh, menjumpai bapak penjual yang sendirian ditemani rokok dan lampu petromak yang masih menyala.

Dia menyilahkan saya duduk. "Disini saja dik, daripada kehujanan...," begitu katanya saat saya meminta ijin berteduh.

Benar saja, hujan mulai deras, dan kami makin terlihat dalam kesunyian yang pekat. Karena merasa tak nyaman atas kebaikan bapak penjual dan tendanya, saya berkata, "tolong bikin mie goreng pak, di makan disini saja.

Sang Bapak tersenyum, dan mulai menyiapkan tungku apinya. Dia tampak sibuk. Bumbu dan penggorengan pun telah siap untuk di racik. Tampaklah pertunjukkan sebuah pengalaman yang tak dapat diraih dalam waktu sebentar.

Tangannya cekatan sekali meraih botol kecap dan segenap bumbu. Segera saja, mie goreng yang mengepul telah terhidang. Keadaan yang semula canggung mulai hilang. Basa-basi saya bertanya, "Wah hujannya tambah deras nih, orang-orang makin jarang yang keluar ya Pak?" Bapak itu menoleh kearah saya, dan berkata, "Iya dik, jadi sepi nih dagangan saya.." katanya sambil menghisap rokok dalam-dalam.

"Kalau hujan begini, jadi sedikit yang beli ya Pak?" kata saya, "Wah, rezekinya jadi berkurang dong ya?" Duh. Pertanyaan yang bodoh. Tentu saja tak banyak yang membeli kalau hujan begini. Tentu, pertanyaan itu hanya akan membuat Bapak itu tambah sedih. Namun, agaknya saya keliru...

"Gusti Allah, ora sare dik, (Allah itu tidak pernah istirahat), begitu katanya. "Rezeki saya ada dimana-mana. Saya malah senang kalau hujan begini. Istri sama anak saya di kampung pasti dapat air buat sawah. Yah, walaupun nggak lebar, tapi lumayan lah tanahnya." Bapak itu melanjutkan, "Anak saya yang disini pasti bisa ngojek payung kalau besok masih hujan.....".

Degh. Dduh, hati saya tergetar. Bapak itu benar, "Gusti Allah ora sare". Allah Memang Maha Kuasa, yang tak pernah istirahat buat hamba-hamba-Nya. Saya rupanya telah keliru memaknai hidup. Filsafat hidup yang saya punya, tampak tak ada artinya di depan perkataan sederhana itu. Makna nya terlampau dalam, membuat saya banyak berpikir dan menyadari kekerdilan saya di hadapan Tuhan.

Saya selalu berpikiran, bahwa hujan adalah bencana, adalah petaka bagi banyak hal. Saya selalu berpendapat, bahwa rezeki itu selalu berupa materi, dan hal nyata yang bisa digenggam dan dirasakan. Dan saya juga berpendapat, bahwa saat ada ujian yang menimpa, maka itu artinya saya cuma harus bersabar. Namun saya keliru. Hujan, memang bisa menjadi bencana, namun rintiknya bisa menjadi anugerah bagi setiap petani. Derasnya juga adalah berkah bagi sawah-sawah yang perlu diairi. Derai hujan mungkin bisa menjadi petaka, namun derai itu pula yang menjadi harapan bagi sebagian orang yang mengojek payung, atau mendorong mobil yang mogok.

Hmm...saya makin bergegas untuk menyelesaikan mie goreng itu. Beribu pikiran tampak seperti lintasan-lintasan cahaya yang bergerak di benak saya. "Ya Allah, Engkau Memang Tak Pernah Beristirahat" Untunglah, hujan telah reda, dan sayapun telah selesai makan.

Dalam perjalanan pulang, hanya kata itu yang teringat, Gusti Allah Ora Sare..... Gusti Allah Ora Sare.....

Begitulah, saya sering takjub pada hal-hal kecil yang ada di depan saya. Allah memang selalu punya banyak rahasia, dan mengingatkan kita dengan cara yang tak terduga. Selalu saja, Dia memberikan Cinta kepada saya lewat hal-hal yang sederhana. Dan hal-hal itu, kerap membuat saya menjadi semakin banyak belajar.

Dulu, saya berharap, bisa melewati tahun ini dengan hal-hal besar, dengan sesuatu yang istimewa. Saya sering berharap, saat saya bertambah usia, harus ada hal besar yang saya lampaui. Seperti tahun sebelumnya, saya ingin ada hal yang menakjubkan saya lakukan. Namun, rupanya tahun ini Allah punya rencana lain buat saya. Dalam setiap doa saya, sering terucap agar saya selalu dapat belajar dan memaknai hikmah kehidupan. Dan kali ini Allah pun tetap memberikan saya yang terbaik. Saya tetap belajar, dan terus belajar, walaupun bukan dengan hal-hal besar dan istimewa.